Analisis pengaruh perubahan dana pihak ke tiga
terhadap pinjaman dari jumlah simpanan dan kredit bermasalah bank BUMN tahun
2008 – 2012
Agustya
Lisdayanti (20211399)
Ayu
Nurul Ardhita (27211779)
Novice
Lebrie Sagilitani (25211246)
Raycard
Destion Daniel (25211919)
Wanda
Anindita (27211355)
SMAK
05
Universitas Gunadarma
2013
Abstrak
Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di
Indonesia pada tahun 1997-1998, fungsi intermediasi perbankan mengalami
penurunan. Indikator fungsi intermediasi ini dapat dilihat dari indikator Loan to
Deposit Ratio (LDR). Alasan pertama yang membuat LDR menurun adalah banyaknya
kredit bermasalah di neraca perbankan sehingga meningkatkan Non Performing Loan
(NPL) (Utomo, 2008). Jurnal ini menggunakan metode penelitian analisis deskriptif
berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Laporan Keuangan Bank BUMN (Badan
Usaha Milik Negara) dari tahun 2008 sampai 2012. Jurnal ini meneliti perubahan
dana pihak ketiga dan membandingkannya dengan pinjaman dari jumlah simpanan dan
tingkat terjadinya kredit bermasalah pada Bank BUMN selama tahun 2008-2012
dengan menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR) serta Non Performing Loan (NPL).
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kebijakan kredit yang
dikeluarkan oleh pihak manajemen bank diperlukan untuk menentukan jumlah DPK
yang dapat disalurkan bank melalui pinjaman atau kredit dan mengendalikan
jumlah kredit bermasalah, peningkatan jumlah DPK pada bank cenderung
meningkatkan LDR dan menurunkan NPL, dan hubungan antara DPK, LDR, dan NPL yang
ada tidak absolut. Banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hubungan
tersebut.
Kata
Kunci: Dana Pihak Ketiga (DPK), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing
Loan (NPL).
PENDAHULUAN
Peranan bank sangat berkontribusi
bagi pesatnya perkembangan ekonomi di Indonesia, namun kompleksitas usaha
perbankan yang tinggi dapat meningkatkan resiko yang dihadapi oleh bank-bank
yang ada di Indonesia (Perkasa, 2007). Bank adalah lembaga keuangan (financial
institution) yang berfungsi sebagai perantara keuangan (financial
intermediary) antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan
pihak yang kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank, kelebihan dana
tersebut dapat disalurkan kepada pihak - pihak yang memerlukan dan memberikan
manfaat bagi kedua belah pihak. Bank menerima simpanan uang dari masyarakat
(Dana Pihak Ketiga) dan kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit (Pratama,
2010). Simpanan dari masyarakat tersebut dalam bentuk giro, tabungan, ataupun
deposito berjangka.
Krisis Moneter 1997 - 1998 yang
melanda perekonomian Indonesia telah berimbas pada sektor perbankan. Krisis
yang diawali dengan devaluasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS telah
menimbulkan ledakan kredit macet dan melunturkan kepercayaan masyarakat kepada
lembaga perbankan, yang pada gilirannya melemahkan fungsi intermediasi
perbankan (Pratama, 2010). Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia
pada tahun 1997 - 1998, fungsi intermediasi perbankan mengalami penurunan.
Indikator fungsi intermediasi ini dapat dilihat dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR). Alasan pertama yang membuat LDR menurun
adalah banyaknya kredit bermasalah di neraca perbankan sehingga meningkatkan Non Performing Loan (NPL) (Utomo, 2008).
Ditengah beratnya tantangan yang
dihadapi, bank pada umumnya mampu mempertahankan kinerja yang positif.
Profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas bank stabil pada tingkat yang
memadai. Namun demikian, fungsi intermediasi masih terkendala akibat perubahan
kondisi perekonomian yang kurang menguntungkan (Laporan Tahunan Bank Indonesia,
2006 dalam Nusantara, 2009)
Penting bagi bank untuk
senantiasa menjaga kinerja dengan baik, terutama menjaga tingkat profitabilitas
yang tinggi, mampu membagikan deviden dengan baik, prospek usaha yang selalu
berkembang, dan dapat memenuhi ketentuan prudential
banking regulation dengan baik (Mudrajad dan Suhardjono, 2002 dalam
Ariyanti, 2010). Apabila bank dapat menjaga kinerjanya dengan baik maka dapat
meningkatkan nilai saham di pasar sekunder dan meningkatkan jumlah dana dari
pihak ketiga (Ariyanti, 2010). Dana - dana yang dihimpun dari masyarakat (Dana
Pihak Ketiga) merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank
(Dendawijaya, 2005). Sebagai pihak yang menyalurkan dana pihak ketiga kepada
masyarakat yang membutuhkan dana, bank akan berupaya memaksimalkan keuntungan tersebut.
Pemberian kredit harus prudent sebab kredit yang disalurkan tersebut
akan menyimpan risiko yang biasa disebut dengan risiko kredit (Galih, 2011).
Menurut Siamat (2004) dalam
Rohaeni (2009), proporsi pendapatan utama bank berasal dari kredit. Namun,
kredit juga merupakan salah satu faktor rapuhnya usaha perbankan apabila kredit
tersebut dinyatakan bermasalah. Hal ini berimplikasi pada pengelolaan dana
pihak ketiga yang merupakan kegiatan penghimpunan dana dan kredit bermasalah
yang merupakan risiko dari kegiatan penyaluran dana.
Berdasarkan hal yang telah
diuraikan di atas, jurnal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dana pihak
ketiga terhadap pinjaman dari tabungan yang diberikan dan kredit bermasalah
yang dimiliki Bank BUMN 2008-2012.
METODE PENELITIAN
Jurnal
ini menggunakan metode penelitian analisis deskriptif berdasarkan data sekunder
yang diperoleh dari Laporan Keuangan Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dari
tahun 2008 sampai 2012. Jurnal ini meneliti perubahan dana pihak ketiga dan
membandingkannya dengan pinjaman dari jumlah simpanan dan tingkat terjadinya
kredit bermasalah selama tahun 2008-2012 dengan menggunakan Loan to Deposit Ratio (LDR) serta Non Performing Loan (NPL).
Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK)
adalah dana-dana yang dihimpun dari masyarakat yang merupakan sumber dana
terbesar yang paling diandalkan oleh bank (Teniwut, 2006 pada Kusumawati,
2008). Dana pihak ketiga merupakan simpanan yang dimiliki Bank dari masyarakat.
Simpanan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada
bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito,
sertifikat depo sito, tabungan dan
atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dana Pihak Ketiga (DPK) tidak
hanya mengendap saja di Bank, melainkan diinvestasikan oleh Bank kemana saja yang dapat memberi keuntungan
untuk Bank.
Salah satu dari sekian banyak kegiatan investasi
Bank adalah pemberian pinjaman atau kredit kepada masyarakat yang membutuhkan
dengan tambahan bunga sesuai dengan kebijakan yang ada di masing-masing Bank.
Kredit
berasal dari bahasa Yunani, credere, yang berarti kepercayaan. Dengan
demikian istilah kredit memiliki arti khusus, yaitu meminjamkan uang (penundaan
pembayaran). Apabila orang mengatakan membeli secara kredit maka hal itu
berarti si pembeli tidak harus membayarnya pada saat itu juga (Fitria dan Sari,
2012). Kredit dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mempunyai pengertian yaitu penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersama-kan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga. Fungsi kredit menurut Firdaus dan Ariyanti (2004: 3) pada Adriyanti (2011)
adalah sebagai berikut:
a. Kredit
dapat memajukan arus tukar menukar barang dan jasa.
b. Kredit
dapat mengaktifkan alat pembayaran yang idle (sejumlah dana yang tidak
digunakan).
c. Kredit
dapat menciptakan alat pembayaran yang baru.
d. Kredit
sebagai alat pengendalian harga.
e. Kredit
dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat atau kegunaan potensi-potensi
ekonomi yang ada.
Menurut Aqidah (2011), Pemberian
kredit mempunyai tujuan tertentu dan tujuan tersebut tidak lepas dari misi bank
tersebut. Adapun tujuan utama kredit sebagai berikut:
a. Mencari
Keuntungan
Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Kemudian hasil lainnya bahwa nasabah yang memperoleh kredit pun bertambah maju dalam usahanya. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank yang terus-menerus menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan dilikuidir.
Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Kemudian hasil lainnya bahwa nasabah yang memperoleh kredit pun bertambah maju dalam usahanya. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank yang terus-menerus menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan dilikuidir.
b. Membawa
Usaha Nasabah
Yaitu untuk membantu usaha
nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal
kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan
memperluas usahanya.
c. Membantu
Pemerintah
Bagi pemerintah semakin banyak
kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik mengingat
semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan diberbagai sektor.
Penyaluran
kredit bukannya tanpa masalah. Ada kalanya kredit yang disalurkan oleh Bank
tidak sesuai dengan perkiraan dan ekspektasi yang diharapkan oleh Bank. Kondisi
ini disebut kredit bermasalah. Menurut Fitria dan Sari (2012), pengertian
kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar
sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah
diperjanjikannya.
Bank
Indonesia melalui Surat Keputusan Direksi No. 31/147/KEP/DIR tanggal 1 November
1998 menilai kredit bermasalah atas dasar kualitasnya yang dibagi dalam tiga
golongan yaitu kolektibilitas Kurang Lancar (Sub Standard), Diragukan (Doubtful),
dan Macet (Loss) dimana masing-masing
kelompok diukur dengan tiga kriteria utama yaitu Prospek Usaha, Kemampuan
Membayar, dan Kondisi Keuangan Debitur (Soebagio, 2005).
Jurnal ini menggunakan
perhitungan Rasio Non Performing Loan
(NPL) dan Loan to Deposit Rasio (LDR).
Rasio NPL menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit
bermasalah yang diberikan oleh bank. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang
diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain (Almilia
dan Herdiningtyas, 2005 pada Adriyanti, 2011). Non Performing Loan (NPL)
merupakan persentase jumlah kredit bermasalah (kurang lancar, diragukan, macet)
terhadap total kredit, adapun rumus dari NPL adalah (Kusumawati, 2008):
Bank
Indonesia menetapkan batas nilai NPL maksimum yaitu sebesar 5%, apabila Bank
melebihi batas yang diberikan maka Bank tersebut dikatakan tidak sehat. Semakin
tinggi tingkat NPL maka semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh
pihak bank (Fitria dan Sari, 2012).
LDR disebut juga rasio kredit
terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak
ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Rasio ini untuk mengetahui
kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah
menanamkan dana dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para
debiturnya (Fitria dan Sari, 2012). LDR ini juga digunakan untuk mengetahui
sampai sejauh mana dana masyarakat yang dihimpun oleh bank disalurkan kembali
kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit (Aqidah, 2011). Rumus dari
LDR ini adalah:
Rasio yang paling sehat menurut
Bank Indonesia paling tinggi 94,75%. Hal ini berarti bahwa dana yang terhimpun,
secara optimal dapat disalurkan ke perkreditan yang merupakan aset yang paling
produktif bagi Bank (Firdaus & Ariyanti, 2003 pada Soebagio, 2005
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, angka LDR seharusnya berada disekitar 85%
- 110% (Manurung,
Rahardja,
2004 pada Billy, 2005)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut
ini adalah hasil dan pembahasan dalam penelitian ini:
Tabel
di atas menunjukkan besar DPK, LDR, NPL, dan perubahannya, milik Bank Mandiri
tahun 2008 - 2012. DPK Bank Mandiri terus mengalami peningkatan sepanjang tahun
2008 hingga 2012, dan peningkatan terbesar dialami pada tahun 2012 yaitu
sebesar 60.664 Milyar Rupiah. Jumlah pinjaman dari simpanan (LDR) Bank Mandiri
juga terus meningkat, dan peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar
6,50%. Meski terdapat peningkatan DPK dan LDR dalam kurun waktu lima tahun,
Bank Mandiri mampu untuk terus menurunkan kredit bermasalah yang dimilikinya
(NPL), penurunan NPL terbesar terjadi pada tahun 2009 sebesar 1,9%.
Berdasarkan
tabel di atas dapat diketahui bahwa Bank Mandiri telah dengan bijak mengatur
proporsi DPK untuk menyalurkan kredit karena Bank Mandiri memiliki kredit
bermasalah yang kecil, bahkan NPL Bank Mandiri adalah NPL terkecil dari Bank
BUMN lainnya pada tahun 2012.
Tabel
di atas menunjukkan besar DPK, LDR, NPL, dan perubahannya, milik Bank Negara
Indonesia tahun 2008 - 2012. DPK Bank Negara Indonesia terus mengalami
peningkatan sepanjang tahun 2008 hingga 2012, dan peningkatan terbesar dialami
pada tahun 2011 yaitu sebesar 36.921 Milyar Rupiah. Jumlah pinjaman dari
simpanan (LDR) Bank Negara Indonesia mengalami fluktuasi, bahkan pada tahun
2009 LDR mengalami penurunan sebesar 4,50% dan kembali mengalami peningkatan
sebesar 6,10% pada tahun berikutnya. Peningkatan ini tidak sebesar peningkatan
LDR tahun 2012 yaitu sebesar 7,10%. Meski mengalami fluktuasi LDR, NPL Bank
Negara Indonesia terus mengalami penurunan, dan penurunan terbesar terjadi pada
tahun 2012 yaitu sebesar 0,80%.
Dari
tabel di atas kita dapat mengetahui bahwa Bank Negara Indonesia selalu berusaha
mengendalikan jumlah penyaluran kredit agar kredit bermasalah terus berkurang
dengan mengurangi pinjaman dari tabungan yang ada jika dianggap kredit
bermasalah terlalu tinggi, kemudian kembali menyalurkan kredit dari tabungan
setelah dianggap bahwa kredit bermasalah berkurang.
Tabel
di atas menunjukkan besar DPK, LDR, NPL, dan perubahannya, milik Bank Rakyat
Indonesia tahun 2008 - 2012. DPK Bank Negara Indonesia terus mengalami
peningkatan sepanjang tahun 2008 hingga 2012, dan peningkatan terbesar dialami
pada tahun 2010 yaitu sebesar 77.724 Milyar Rupiah. Jumlah pinjaman dari
simpanan (LDR) Bank Rakyat Indonesia mengalami fluktuasi, bahkan pada tahun
2010 LDR mengalami penurunan hingga 5,71% dan kembali mengalami peningkatan
sebesar 1,03% pada tahun berikutnya. Peningkatan LDR tertinggi terjadi pada
tahun 2012 yaitu sebesar 3,65%, namun peningkatan ini tidak sebanding dengan
penurunan yang terjadi pada tahun 2010 tadi. NPL Bank Rakyat Indonesia
mengalami fluktuasi dengan adanya peningkatan NPL sebesar 0,72% pada tahun
2009. Namun NPL yang tinggi pada tahun 2009 mampu ditekan hingga 0,74%.
Berdasarkan
tabel di atas, kita dapat mengetahui bahwa setelah terjadi peningkatan NPL
tahun 2009, Bank Rakyat Indonesia berusaha menekan jumlah pinjaman dari
tabungan pada tahun berikutnya. Dan setelah NPL mampu diturunkan, Bank Rakyat
Indonesia secara perlahan mulai meningkatkan pinjaman dari tabungan pada
tahun-tahun berikutnya.
Tabel
di atas menunjukkan besar DPK, LDR, NPL, dan perubahannya, milik Bank Tabungan
Negara tahun 2008 - 2012. DPK Tabungan Negara terus mengalami peningkatan
sepanjang tahun 2008 hingga 2012, dan peningkatan terbesar dialami pada tahun
2012 yaitu sebesar 18.698 Milyar Rupiah. Jumlah pinjaman dari simpanan (LDR)
Bank Tabungan Negara mengalami fluktuasi, bahkan cenderung menurun setiap
tahunnya terlebih pada tahun 2011 yang penurunannya mencapai 5,86%, sedangkan
LDR terrtinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 108,42% dengan peningkatan
sebesar 7,13%. NPL Tabungan Negara juga mengalami fluktuasi bahkan pada thun
2012 mengalami peningkatan sebesar 1,34% sehingga NPL Bank Tabungan Negara
mampu menyentuh angka 4,09%.
Dari
tabel di atas kita dapat mengetahui bahwa Bank Tabungan Negara memiliki DPK
yang paling sedikit jika dibandingkan dengan DPK Bank BUMN lainnya. Namun, Bank
Tabungan Negara menyalurkan pinjaman dari tabungan dalam jumlah yang sangat
besar bahkan terbesar dari Bank BUMN lainnya. Jika kita melihat perubahan LDR
dan NPL Bank Tabungan Negara, kita akan tahu bahwa Bank Tabungan Negara sulit
mengendalikan kredit bermasalah yang dimiliki. maka tidak salah mengapa pada
akhir tahun 2012 kredit bermasalah milik Bank Tabungan Nasional mencapai angka
4,09% (sudah mendekati 5%).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan
analisa data yang dilakukan, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Kebijakan kredit yang dikeluarkan oleh
pihak manajemen bank diperlukan untuk menentukan jumlah DPK yang dapat disalurkan
bank melalui pinjaman atau kredit dan mengendalikan jumlah kredit bermasalah. Dalam
menyalurkan kredit, bank perlu menentukan kebijakannya dengan baik. Menurut
Fitria dan Sari (2012), kebijakan pemberian kredit menggunakan konsep dengan
prinsip 5C yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition.
2. Peningkatan jumlah DPK pada bank
cenderung meningkatkan LDR dan menurunkan NPL. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah dana yang dihimpun bank dari masyarakat, semakin banyak
pula proporsi dana tersebut yang disalurkan kembali kepada masyarakat dalam
bentuk pinjaman atau kredit, serta semakin berkurangnya kredit bermasalah yang
dihadapi oleh bank. Untuk menghindarkan NPL yang tinggi dari penyaluran kredit
yang tidak efisien, perlu dipertimbangkan alokasi dana yang efisien seperti
penyaluran kredit yang dapat memberikan return yang tinggi dengan NPL yang
rendah (Utomo, 2008).
3. Hubungan antara DPK, LDR, dan NPL yang
disimpulkan diatas adalah tidak absolut. Banyak faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi hubungan tersebut. Menurut Perry Warjiyo (2004), dalam
kenyataannya perilaku penawaran kredit perbankan tidak hanya dipengaruhi oleh
dana yang tersedia yang bersumber dari DPK (Dana Pihak Ketiga), tetapi juga
dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi
perbankan itu sendiri seperti permodalan atau CAR (Capital Adequacy Ratio), jumlah kredit macet atau NPL (Non Performing Loan), dan LDR (Loan Deposit Ratio) (Irma, 2011) .
Daftar Pustaka
Adriyanti,
R. 2011. Pengaruh Non Performing Loan and
Loan To Deposit Ratio Terhadap Return On Assets Pada Bank BUMN di Indonesia.
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Aqidah,
N. A. 2011. Implikasi Kebijakan Pemberian
Kredit dan Pengaruh Loan To Deposit Ratio Terhadap Non Performing Loan Pada PT.
Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Cabang Makasar. Universitas Hasanuddin,
Makassar
Ariyanti,
L. E.
2010. Analisi Pengaruh CAR, NIM, LDR,
NPL, BOPO, ROA dan Kualitas Aktiva Produktif Terhadap Perubahan Laba pada Bank
Umum di Indonesia. Universitas Diponegoro, Semarang.
Fitria,
N. Dan Sari, R.L. 2012. Analissi
Kebijakan Pemberian Kredit dan Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Loan To
Deposit Ratio Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang Rantau, Aceh
Tamiang. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Galih,T.
A. 2011. Pengaruh Dana Pihak Ketiga, CAR,
NPL, ROA, dan LDR terhadap Jumlah Penyaluran Kredit pada Bank di Indonesia.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Kusumawati,
D.E. 2008. Pengaruh Perubahan Giro Wajib
Minimum dan Inflasi Terhadap Penyaluran kredit Investasi Sera Perannya Pada
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nusantara,A.B. 2009. Analisis
Pengaruh NPL, CAR, LDR, dan BOPO terhadap Profitabilitas Bank. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Perkasa, P. P. 2007. Analisis Pengaruh Rasio-rasio Keuangan
Terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia. Universitas Diponegoro, Semarang.
Pratama, B.A. 2010. Analisis
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Penyaluran Kredit Perbankan.Universitas Diponegoro, Semarang.
Raharja,
S. 2011. Analisis Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga Deposito Bank Umum di Indonesia.
Universitas Dipenogoro, Semarang.
Rohaeni, Heni. 2009. Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga dan
Kredit Bermasalah Terhadap Laba.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soebagio,
H. 2005. Analisis Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Non Performing Loan (NPL) Pada Bank Umum Komersial.
Universitas Dipenogoro, Semarang.
Utomo,
A.P. 2008. Pengaruh Non Performing Loan
Terhadap Kinerja Keuangan Bank Berdasarkan Rasio Likuiditas, Rasi Solvabilitas,
dan Rasio Profitabilitas pada PT Bank Mandiri (Persero), Tbk. Universitas
Gunadarma, Jakarta.